Penyerapan Pinjaman Proyek APBNP 2011 Harus Diperbaiki
Anggota Komisi XI DPR Kemal Azis Stamboel meminta pemerintah memperbaiki realisasi pinjaman proyek.pasalnya realisasi cenderung rendah.
“Realisasinya selama ini cenderung rendah, realisasi penarikan pinjaman proyek dalam 5 tahun terakhir rata-rata hanya sekitar 72,9 persen. Pemerintah harus meningkatkan koordinasi pencairan dana pinjaman proyek di level kementerian atau lembaga yang akan menggunakan pinjaman proyek. Juga penerusan pinjaman atau SLA yang diteruspinjamkan kepada pemerintah daerah atau BUMN. Sangat disayangkan kalau sudah ditandatangani tetapi tidak direalisasi. Selain itu kita harus tetap membayar commitment fee, padahal belum mendapat benefit,”paparnya.
Dalam APBN-P 2011, pemerintah menargetkan penarikan pinjaman proyek luar negeri sebesar Rp36,9 triliun dengan penerusan pinjaman (SLA) ditetapkan sebesar Rp11,7 triliun. Hingga semester 1 tahun 2011, realisasi penarikan pinjaman proyek hanya mencapai 14% dari pagunya. Relatif rendahnya realisasi penarikan pinjaman proyek menurut pemerintah dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain : (1) adanya kendala permasalahan di lapangan, misalnya kesulitan dalam pembebasan tanah dan/atau tidak diperolehnya perijinan penggunaan lahan, (2) belum siapnya pelaksanaan kegiatan di tahun pertama yang ditunjukkan dengan belum disediakannya dana pendamping/uang muka, atau belum lengkapnya organ pelaksana kegiatan, (3) penyelesaian pengadaan yang tertunda akibat adanya persyaratan tertentu dari pemberi pinjaman (lender) atau karena barang yang diadakan memiliki karakteristik sangat spesifik, (4) penyusunan besaran rencana penarikan yang terlalu optimis, (5) adanya persyaratan administratif yang belum dipenuhi oleh pelaksana kegiatan sehingga mengakibatkan dana diblokir, dan lain-lain.
“Realisasi yang saat ini masih rendah, jangan dibiarkan. Pemerintah harus lebih serius memonitor masing-masing kementerian atau lembaga, pemerintah daerah dan BUMN untuk menyelesaikan berbagai kemungkinan kendala yang sudah diidentifikasi itu. Harus dimonitor dan dievaluasi secara ketat sehingga segera direalisasi”, tambahnya.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU), pinjaman luar negeri per Desember 2010 tercatat 4.634 perjanjian senilai USS249.6 miliar. Sementara itu, akumulasi transaksi utang hingga kuartal II/2011 mencapai US$214,1 miliar, pembayaran pokok utang US$145,7 miliar, dan pembayaran bunga utang US$85,9 miliar. Berdasarkan data Bank Indonesia, outstanding utang negara per November 2011 tercatat Rp 1.768 triliun yang terdiri dari pinjaman luar negeri sebesar Rp605 triliun (34%) dan surat berharga negara sebesar Rp1163 triliun (66%).
Dengan outstanding utang luar negeri tersebut, rasio utang Indonesia mencapai 26% terhadap total PDB. Pemerintah kedepan berencana mengalokasikan lebih dari 80% dana pinjaman proyek luar negeri untuk pembangunan infrastruktur dan energi untuk mendorong pertumbuhan dapat didorong lebih maksimal. Saat ini, baru sekitar 70% dana pinjaman proyek luar negeri untuk pembangunan infrastruktur dan energi.
“Bukan hanya pinjaman proyek, kami di Komisi XI sudah meminta kedepan Pemerintah harus bisa memastikan semua pinjaman digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan belanja modal. Jadi pinjaman harus produktif, bukan konsumtif. Sehinga bisa dipertangungjawabkan secara baik cost dan benefitnya. Kita terus mendorong ke arah sana”, tandas Anggota DPR dari FPKS ini.(si)